Pop Culture Enthusiast Club

Feature Story : Seguecast, Podcast Diskusi dan Kajian Semesta Pop Culture

web-seguecast

logo Seguecast

—————————-

Dalam suatu sesi mentoring yang terangkum dalam keberlangsungan Genshiken Staff Training 2014 dua tahun silam, salah satu staff Genshiken ITB angkatan 2013 – Alif Husnul Fikri – pernah mengemukakan suatu teori yang menarik untuk disimak mengenai para pelaku dan penggerak semesta pop culture. Pada pemaparannya kala itu, Alif berujar bahwa insan-insan penggiat pop culture sejatinya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hierarki yang berjenjang – penikmat, penikmat yang akan atau baru turun ke dalam industri (atau singkatnya pelaku amatir), dan pelaku profesional. Menurutnya kala itu, ketiga klasifikasi hierarkis ini saling terkait satu sama lain dengan hubungan yang bersifat mutualis, di mana tahapan yang lebih rendah akan berlaku sebagai pijakan awal untuk menjejak ke tahapan yang lebih tinggi.

Belum diketahui memang hingga saat ini apakah teori tersebut merupakan teori orisinal karya cipta Alif atau suatu teori yang ia kutip dari buah pemikiran penggagas lain. Meskipun demikian, cukup menarik rasanya untuk mengkaji lebih jauh mengenai teori tersebut, terlebih apabila dikaitkan dengan status dan eksistensi Genshiken ITB saat ini. Dengan mengacu pada visi Genshiken Staff Training secara garis besar, dapat dikatakan dewasa ini Genshiken ITB lebih tepat untuk diklasifikasikan sebagai sebuah wahana yang mendorong para penikmat industri kreatif untuk beranjak pada tahapan selanjutnya dengan berkarya dan terjun langsung selaku seorang pelaku industri kreatif.

Meskipun demikian, dalam praktek riil sejatinya Genshiken ITB adalah sebuah organisasi yang tetap memfasilitasi setiap insan kreatif dari berbagai kalangan, mulai dari mereka yang lebih bertujuan untuk menikmati suatu gagasan kreatif hingga insan-insan profesional. Seorang penikmat konten, walaupun tidak berada pada puncak piramida hierarki, sejatinya berperan sangat besar bagi industri kreatif secara umum – hasil kajian dan rekomendasi para penikmat acap kali tersampaikan ke para kreator konten, khususnya bagi mereka yang sadar akan pentingnya peran penikmat dalam perkembangan dan pemasaran karya mereka. Akibatnya, tidak jarang kita jumpai kreator yang menjadikan masukan dan kritik para penikmat sebagai salah satu pertimbangan mereka dalam melanjutkan karya-karya mereka atau bahkan menciptakan karya baru. Tak sedikit pula para penikmat yang berhasil mencapai kesuksesan dari hasil berbagi pandangan dan ulasannya akan suatu karya, semisal kritikus film legendaris Roger Ebert yang lebih banyak menuai pamor sebagai pengkaji karya-karya multimedia ulung.

—————————-

12814036_967795513269794_302166820530205629_n

Header halaman Facebook resmi Segeucast

—————————-

Seiring waktu, dorongan untuk berbagi referensi kepada insan-insan kreatif lain pun tak pelak turut merambah kalangan internal Genshiken ITB yang notabene sudah cukup akrab akan kajian-kajian mendalam seputar fenomena terkini di semesta pop culture. Dorongan inilah yang akhirnya menjadi bekal bagi Hafizh (G ’11), Yohandi (G ’12), dan Happy (G ’11) – trio staff Genshiken ITB lintas generasi – untuk merintis Seguecast, sebuah online podcast yang menyajikan kajian dan pembahasan mengenai fenomena-fenomena pop culture aktual,

Motivasinya sebenernya nggak ada yang khusus-khusus amat sih, lebih ke pengen iseng bikin sesuatu aja. Kenapa podcast, soalnya rasanya kita bertiga nggak punya skill apapun selain ngomong. Dan dari gue sendiri merasa pengetahuan kita bertiga (Happy terutama) lumayan luas, jadinya banyak yang bisa diomongkan,” ketik Hafizh ketika diwawancarai secara online.

Dalam setiap episodenya, Seguecast tercatat telah mengulas berbagai topik pilihan dari berbagai sektor pop culture di seluruh belahan dunia. mulai dari film live action, permainan arcade, hingga topik yang kurang lazim semisal musik keroncong kekinian. Menurut Hafizh, pemilihan topik yang luas ini sedikit banyak didasarkan atas keinginan untuk membuka mata khalayak luas terhadap referensi-referensi pribadi yang sekiranya menarik untuk disebarluaskan.

Harapannya mah semua orang di bumi dengerin,” ketik Hafizh sembari menambahkan emoticon tertawa di ujung kalimatnya. “Sebenarnya niatnya nggak pernah semuluk ‘membuka wawasan orang’, kasarnya cuma mau membagi referensi sendiri yang cukup sempit biar lebih banyak teman,” tambahnya kemudian.

Transmisi-transmisi Seguecast pada awalnya diluncurkan via layanan online broadcast PodOmatic, walaupun dalam perkembangannya Seguecast kini diunggah eksklusif hanya pada kanal YouTube Seguecast. Podcast yang pertama kali diluncurkan bulan Maret 2016 ini sendiri rutin merilis tiga episode baru setiap minggu dalam format acara yang dikemas agar mirip seperti suatu talk show. Menurut Hafizh, ketiga podcast mingguan memang tersebut sengaja dibuat terpisah agar broadcast pada awal minggu dapat dikhususkan pada breaking news seputar pop culture, podcast kedua difokuskan pada diskusi, dan podcast terakhir berpusat pada rekomendasi. Adapun pada bulan Ramadan ini Seguecast tercatat secara khusus berekspansi lebih dengan mengeluarkan podcast singkat harian bertajuk “Kuliah Tembak” – Kuliah Ten Minutes Lebih atau Kurang – yang sengaja dirilis untuk menemani para pendengar setianya ngabuburit.

—————————-

http://www.youtube.com/watch?v=qpdsAjINgoU

Salah satu episode Kuliah Tembak yang dirilis oleh Seguecast, di mana episode ini membahas mengenai teknologi procedural generation dalam ranah video game modern

—————————-

Jelas Hafizh, pemilihan nama Seguecast sendiri berasal dari kata Bahasa Inggris segue, yang didefinisikan sebagai “to move smoothly from one state or subject or another” yang diasimilasikan dengan kata podcast. Meskipun demikian, di samping karena definisinya secara harfiah, pemilihan kata segue rupanya memiliki filosofi lain yang lebih mendalam.

Awalnya dari situ sih memang. Happy yang pertama ngasih term-nya, kalo ujung-ujungnya ganti topik tuh istilahnya segue, jadi dari situ. (Tambah lagi) kata Yohandi segue (juga dapat diartikan sebagai) semau gue, terus becandaan itu juga lumayan pas sih – jadi namanya itu akhirnya,” tukas Hafizh.

Walaupun belum genap berusia tiga bulan, sejauh ini Seguecast telah berhasil menelurkan hampir dua puluh podcast dengan total durasi keseluruhan podcast sejauh ini sudah melewati markah 24 jam. Ke depannya, pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan Seguecast sendiri memiliki harapan yang besar bagi para pembacanya untuk terus bereksplorasi dan membuka diri secara positif terhadap hal-hal baru di dunia pop culture.

Jangan ragu-ragu (untuk) menonton/membaca/main hal baru,” pesan Hafizh menutup.

Bagi yang tertarik untuk mendengarkan Seguecast, podcast-podcast Seguecast dapat didengarkan pada kanal YouTube resmi Seguecast.

(artikel oleh Zakaria S. Laksmana / Nivalyx, G ’13 dengan gubahan singkat oleh Rakaputra P. / Rheine, G ’11)