source : https://twitter.com/Koi000/status/1488158045964144642
Ah yes, rkgk.
Pernahkah kamu berselancar di internet, entah di Twitter (sekarang juga dikenal sebagai X), Facebook, Instagram, dan media sosial lainnya lalu menemukan suatu gegambaran yang luar biasa indahnya, dilengkapi dengan caption sebagai berikut.
“doodle”
“rkgk”
“sebuah coretan”
“iseng-iseng doang, masih pemula”
Suatu pemandangan yang kiranya cukup lazim di dunia maya. Melihat orang-orang hebat membuat suatu karya yang secara mayoritas orang-orang akan berpikir hal-hal dengan kata-kata “masterpiece”, “keindahan”, “cantik sekali”, ataupun sampai membuat hati seseorang tergerak atas nilai intrinsik yang disajikan. Sebagai seorang penikmat, pelihat, dan audiens, tentu kata kunci tersebut senantiasa mengelilingi karya-karya yang kerap hanya memiliki deskripsi satu atau dua kata tersebut. Suatu momen ketika kita merasakan ada suatu bentuk “dominansi” yang diberikan dari seorang artist kepada kita melalui karya yang telah dibuatnya.
Namun apakah ada suatu maksud tertentu dibelakang kata “rkgk” tersebut? Apakah hanyalah taktik perang mental untuk membuat artist-artist lain ciut lantaran ketidakmampuannya dalam membuat karya dengan kualitas serupa? Apakah memang suatu bentuk dominance assertion yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan lebih? Sebenarnya apa arti dari kata “rakugaki” atau “doodle” yang kerap mengikuti suatu (maha)karya?
“Doodle”
Kata “doodle” tentunya sudah sangat tidak asing di telinga kita. Suatu gegambaran yang penuh dengan coretan dan hal-hal random yang seringkali menggambarkan isi pikiran kita dalam konteks yang jauh lebih ringan. Mulai dari coret-coretan berisikan garis-garis ataupun kurva melingkar-lingkar dengan arah yang tidak jelas, pemandangan dua gunung dengan jalan di tengah, dan bisa sampai ke fanart atau desain karakter yang muncul begitu saja. Kerap dilakukan pada media kertas, terlebih di buku bagian belakang atau halaman terakhir, sampai ke media-media lainnya.
Menurut Kamus Bahasa Inggris Digital Cambridge, definisi dari kata “doodle” adalah
to draw pictures or patterns while thinking about something else or when you are bored
Definisi ini menjadikan kegiatan “doodle” memiliki nuansa absentminded, pikiran kosong, atau just for fun. Suatu kegiatan yang memang harusnya dilakukan tanpa tekanan, tanpa paksaan, dan spontan dilakukan tanpa perencanaan. Oleh karena itu, mayoritas kita melihat karya-karya dengan deskripsi ataupun tag “doodle” akan memberi hasil berupa gambar-gambar yang penuh coretan dengan kesan “bukan karya jadi”.
“落書き”
Kata di atas dibaca sebagai “rakugaki”, dengan makna umum (dan terjemahan literal) sebagai “grafitti”. Sinonim dari terjemahannya juga meliputi “doodle”, sehingga apa yang dikatakan sebagai “rakugaki” dalam komunitas Jepang menunjuk pada “doodle” yang kita kenal secara global. Kata “grafitti” sendiri diterima secara umum sebagai corat-coret yang dilakukan pada media-media publik, seringnya tembok ataupun jalanan, dan seringnya tanpa izin dan tanpa tanggung jawab. Sebuah konotasi yang cukup negatif, namun wajar mengingat media yang digunakan.
Dengan sedikit teknik cocoklogi, maka definisi di atas dapat diaplikasikan di dalam dunia maya, dengan timeline sebagai media gambarnya, dan “corat-coret” sebagai bentuk aksinya. Dengan definisi tersebut, maka nyaris semua karya-karya gegambaran yang dipublikasikan dalam dunia maya ke ranah publik dapat dihitung sebagai “rakugaki”. Terdengar sangat “memaksa”, namun masih valid. Tentunya. Semoga…
Namun kita sering melupakan aspek utama dari “doodle” yang sering dirujuk bersamaan dengan kata “rakugaki” ini. Dalam proses pembuatan “doodle”, akan senantiasa ada nuansa *just for fun* dalam proses yang dijalani, memberikan ruang untuk definisi baru dalam kata “rakugaki”.
“rakugaki”
Apabila kita melihat karya-karya yang ada pada media sosial dengan kata kunci pencaharian “rakugaki” atau “らくがき”, maka akan ada banyak hasil yang beragam. Mulai dari karya coret-coretan yang “sebenarnya” hingga karya masterpiece yang dianggap sebagai “coretan” saja oleh sang artist. Ada banyak sentimen yang kerap muncul, dengan mayoritas menganggap bahwa ada intensi untuk merendah didalamnya. Namun mungkin saja memang hal tersebut adalah “coretan” saja dari sang artist, hanyalah terlihat sungguh indah dan kompleks di mata rakyat jelata ini. Pengalaman ribuan jam untuk melatih kemampuan dan muscle memory sehingga apa yang terlihat sebagai detail yang rumit ternyata hanyalah beberapa coretan saja, membuat frasa “let the experience talks” menjadi semakin terasa.
Apa yang membuat karya seni yang dibuat oleh manusia tidak akan bisa digantikan oleh AI salah satunya terletak pada maksud dan intensi yang dimiliki oleh artist yang kemudian dituang melalui setiap goresan pada kanvas. Sering kali kita mendengar argumen “ada makna di setiap goresan” dan hanya orang-orang yang juga menggambar dan menikmati yang mampu memahami arti yang dibawakan. Dan hal ini juga mencakup emosi yang dibawakan melalui gambar.
Karya yang dilihat mungkin saja memiliki nuansa gloomy atau sedih, melalui ekspresi yang diekspresikan oleh karakter dalam gambar, namun suatu unsur intrinsik yang bisa dilihat adalah “derajat kebahagiaan” dalam proses pembuatan karya tersebut. Akan ada nuansa yang berbeda saat kamu melihat karya yang dibuat secara terpaksa dan karya yang dibuat sepenuh hati.
Hal tersebut membuat penulis memiliki perspektif yang cukup berbeda dalam mendefinisikan kata “rakugaki”.
“らくがき”
Apabila sebelumnya kata “rakugaki” berasal dari kata “落書き”, maka dengan sedikit “paksaan”, penulis ingin menulis ulang kata “らくがき” sebagai “楽描き”. Membawa dua kata “楽” dengan arti umum “senang” dan “描く” dengan arti “menggambar”. Definisi ini secara langsung membawa makna “kegiatan menggambar yang dilakukan dengan senang hati”, membuat apapun karya gegambaran yang dilakukan dengan tanpa paksaan, tanpa tekanan, dan tanpa stress adalah sebuah bentuk “rakugaki”. Hal ini dapat kita lihat dengan rata-rata karya dengan tag “らくがき” memiliki nuansa yang cukup santai dan terkadang liar, mengikuti nuansa hati _artist_nya.
Umumnya juga kita melihat karya-karya dengan deskripsi “doodle”, “coret-coretan”, “rkgk”, “rakugaki”, “らくがき” membawa nuansa yang tidak ada paksaan. Mulai dari sketch sahaja, hingga suatu karya full render yang membuat benak berkata “maksud kamu apa ini adalah sebuah doodle???!!!”. Tapi hal ini akan dibuat semakin tampak apabila kita melihat sisi yang lebih kontras lagi.
“Commercial Work”, “仕事絵”
Karya komersial, dengan kata lain, diminta oleh pihak luar untuk dibuatkan. Hal ini juga meliputi commission dan request, mengingat kita menerima suatu bentuk pekerjaan dengan suatu tuntutan terhadap taraf kualitas. Seringkali akan dipenuhi dengan tukar-menukar pikiran untuk menyelaraskan pemikiran, dan bentuk-bentuk revisi untuk mencapai kualitas yang telah disepakati.
Banyak yang mengatakan bahwa bentuk karya ini tidak seluruhnya mendatangkan rasa senang. Lazimnya karena ada kebutuhan untuk meladeni klien ataupun tuntutan untuk mencapai suatu kualitas yang disepakati. Namun mengingat ada suatu bentuk transaksi didalamnya, maka memang suatu harga yang harus dibayar, bukan?
Akhir Kata
Proses berkarya tidak pernah tanpa proses jatuh bangun. Ada kalanya membuat karya bisa dengan rasa senang dan kebahagian, namun ada kalanya juga kita dipenuhi dengan rasa frustasi dan ingin marah karena keterbatasan dan hal-hal lainnya.
Namun hal tersebut adalah hal yang lumrah dalam berproses. Untuk senantiasa bisa mengevaluasi diri dan memperbaiki apa yang menjadi kelemahan menjadikan kita bisa terus melangkah kedepan. Namun untuk senantiasa mengetahui batas diri di saat ini dan tidak senantiasa memaksakan diri adalah kemampuan yang juga harus dilatih. Semua akan sia-sia apabila kamu terjatuh di garis finish.
Tapi yang terpenting, jangan biarkan orang lain atau apapun memadamkan semangat kekaryaanmu.